Minggu, 29 September 2013

Penggolongan Obat Tradisional

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.179/MENKES/Per/VII/1976 menyatakan bahwa yang dimaksud sebagai obat tradisional adalah: “obat jadi atau obat terbungkus yang berasal dari alam, baik tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman”.
dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.
Obat tradisional di Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
  1. Obat tradisional atau jamu.
  2. Fitofarmaka.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, maka telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun, disayangkan, pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan penelitian mengenai potensi bahan-bahan alam tersebut sampai dengan uji klinik.
Obat Bahan Alam Indonesia menurut Surat Keputusan Kepala BPPOM-RI No.Hk.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia tertanggal 2 Maret 2005 adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia.
Negara kita sangat terkenal akan kekayaan hayatinya yang melimpah. Oleh karena itu, marilah kita mulai berpikir secara ilmiah mengenai pemanfaatan dan pengembangan bahan-bahan alam asli Indonesia yang berkhasiat obat, yang selama ini penggunaanya masih berdasarkan pengalaman nenek moyang bahkan berdasarkan mitos turun temurun.
Biologi merupakan ilmu dasar dengan bidang kajian yang sangat luas, dalam hal ini untuk mengenali dan mempelajari segenap aspek mengenai species bahan-bahan alam ini, mempelajari kemungkinan/potensinya untuk dijadikan obat alami, sedangkan Farmasi lebih mengkhususkan diri mempelajari secara lebih mendalam pemanfaatannya sebagai obat. Farmakologi adalah cabang ilmu yang mempelajari potensi suatu bahan berkhasiat obat terhadap sistem tubuh, mekanisme kerja dan efek sampingnya, dan berbagai penelitian untuk menemukan obat-obatan baru yang lebih baik daripada yang ada sebelumnya.
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
  1. Jamu.
  2. Obat ekstrak alam (herbal terstandar).
  3. Fitofarmaka.
1. Jamu (Empirical-based herbal medicine).
Obat-obatan yang tergolong jamu dikemas dan diberi lambang sebagai berikut: (kiri=lambang lama, kanan=lambang baru)*
Definisi:
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, maupun cairan yang berisi seluruh bahan nabati atau hewani yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Bahan-bahan jamu bukan merupakan hasil ekstraksi/isolasi bahan aktifnya saja. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari campuran berbagai tumbuhan obat atau sumber hewani yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
Jamu harus memenuhi kriteria:
  • Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Jenis klaim penggunaan:
  • Harus sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat umum dan medium.
  • Harus diawali dengan kata-kata: “Secara tradisional digunakan untuk…” atau sesaui dengan yang disetujui pada pendaftaran.
2. Obat Herbal Terstandar (Scientific-based herbal medicine).
Obat-obatan yang tergolong herbal terstandar dikemas dan diberi lambang sebagai berikut: (kiri=lambang lama, kanan=lambang baru)*
Definisi:
Herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tumbuhan obat, hewan, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini dibutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga relatif mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung, dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian praklinik (uji menggunakan hewan coba), dengan mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tumbuhan obat, standar pembuatan ekstrak dari sumber hewani, dan standar pembuatan obat tradisional yang higienis. Herbal terstandar harus melewati uji toksisitas akut maupun kronis (keamanan), kisaran dosis, farmakologi dinamik (manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin).
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria:
  • Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik.
  • Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Jenis klaim penggunaan:
  • Harus sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
3. Fitofarmaka (Clinical-based herbal medicine).
Obat-obatan yang tergolong herbal terstandar dikemas dan diberi lambang sebagai berikut: (kiri=lambang lama, kanan=lambang baru)*
Definisi:
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah dari penelitian praklinik sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria yang memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, dan tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah. Di samping itu obat herbal jauh lebih aman dikonsumsi apabila dibandingkan dengan obat-obatan kimia karena memiliki efek samping yang relatif sangat rendah. Obat tradisional semakin banyak diminati karena ketersediaan dan harganya yang terjangkau.
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:
  • Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.
  • Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Jenis klaim penggunaan:
  • Harus sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.
* keterangan mengenai lambang dan ketentuan mengenai penggunaan lambang-lama dan lambang-baru dapat dibaca selengkapnya pada Surat Keputusan Kepala BPPOM-RI No.Hk.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia (klik di SINI untuk mengunduh) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar